Author: Rise Indonesia

  • KONTROVERSI BANK EMOK

    KONTROVERSI BANK EMOK

    Beberapa tahun lalu sempat viral di dunia maya seorang ibu yang bermasalah dengan petugas bank emok. Di dalam Video terlihat ibu–ibu yang sedang berkumpul teratur untuk membayar angsuran ketika salah satu mereka tiba-tiba histeris saat ditagih. Ibu yang rupanya tidak dapat membayar cicilan karena memiliki masalah keuangan tersebut, mengekspresikan kemarahannya dengan berteriak dan berguling-guling di depan petugas dan anggota kelompok lainnya.

    Video itupun lantas mengungkit kembali kontroversi tentang bank emok. Bank emok dianggap sebagai bentuk kegiatan rentenir yang beroperasi secara tidak resmi yang mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat kecil. Saking dianggap merugikan, di beberapa tempat bahkan terdapat larangan kegiatan bank emok.

    Apa sebenarnya bank emok? Apakah memang kegiatannya sama dengan kegiatan rentenir? Apakah memang perlu ada larangan secara resmi?

    Pertemuan pinjaman kelompok di Koperasi TLM, NTT

    Bank emok adalah istilah yang digunakan masyarakat untuk menggambarkan kegiatan simpan pinjam yang ditawarkan kepada ibu-ibu secara berkelompok di mana tagihan di lakukan di dalam perkumpulan (biasanya mingguan). Ketika berkumpul biasanya ibu-ibu bersimpuh sembari melipat kaki ke belakang, yang di Jawa Barat disebut emok (sehingga muncullah istilah bank emok).

    Berbeda dengan pendapat umum di masyarakat, kegiatan bank emok sesungguhnya merupakan produk simpan pinjam dari lembaga keuangan resmi. Tidak hanya oleh lembaga keuangan berbadan hukum koperasi tetapi juga modal ventura dan bahkan bank, baik BPR maupun bank besar skala nasional.

    Produk pinjaman kelompok merupakan strategi lembaga keuangan yang ingin menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemudahan berupa pinjaman tanpa agunan dan dengan persyaratan sangat mudah (hanya foto copy KTP). Berbeda dengan layanan keuangan pada umumnya, pinjaman kelompok ditawarkan sebagai layanan doorstep di mana nasabah/anggota tidak diharuskan datang ke kantor layanan melainkan petugas yang melayani langsung dari rumah ke rumah. Layanan ini dilakukan bahkan di daerah-daerah terpencil yang biasanya tidak dilayani oleh bentuk layanan keuangan konvensional.

    Kegiatan yang sarat dengan misi sosial ini tentunya dilakukan bukan dengan mengorbankan resiko keberlangsungan lembaga. Pinjaman yang dilakukan secara berkelompok merupakan salah satu cara mengurangi resiko gagal bayar. Anggota diwajibkan memilih sesama anggota kelompok yang memiliki karakter yang dapat dipercaya dan bertanggungjawab dalam mengembalikan pinjaman. Ketika salah satu anggota tidak mencicil (yang bisa saja terjadi dalam keadaan darurat), maka anggota yang lain wajib memenuhi cicilan secara tanggung renteng. Riset di Koperasi TLM di NTT menunjukkan bahwa kegiatan merenteng ini dipandang anggota sebagai cara untuk saling membantu rekan yang kesulitan.

    Untuk menutupi biaya operasional yang besar, lembaga yang menjalankan produk pinjaman kelompok mengenakan bunga sekitar 2% per bulan. Anggota yang bergabung biasanya tidak keberatan karena pinjaman dianggap sangat memudahkan. Dan jumlah ini jauh lebih rendah dari bunga yang dikenakan rentenir.

    Sejarah pinjaman kelompok di Indonesia sudah dimulai dari tahun 1950an, salah satunya oleh Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati). Pinjaman kelompok ini konon adalah salah satu yang telah menginspirasi Profesor Muhammad Yunus ketika mendirikan Grameen Bank di Bangladesh. Keberhasilan Grameen Bank kemudian diakui dunia dengan penganugrahan Nobel Prize di tahun 2006 dan pinjaman kelompokpun direplikasi di berbagai negara untuk menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah.

    pertDi Indonesia kegiatan pinjaman kelompok telah berkembang luas dan bahkan diakui oleh Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusi (S-DNKI) sebagai salah satu program pengentasan kemiskinan. Berikut adalah beberapa contoh lembaga-lembaga yang memiliki produk pinjaman kelompok, beserta jumlah nasabah/anggota:

    Institusi Jumlah nasabah/anggota*
    PNM Mekaar  12.800.000
    Bank BTPN Syariah   4.250.000
    Bina Artha Ventura (BAV)       481.689
    Mitra Bisnis Keluarga (MBK) Ventura     1.532.727
    Koperasi Mitra Dhuafa (KOMIDA)       834.717
    Koperasi Tanaoba Lais Manekat (TLM)       158.000

    *Sumber:
    https://www.btpnsyariah.com/documents/20182/21371/BTPN+Syariah+AR+2021+-+ENG+2.pdf/e455f113-0455-4332-a964-5344e2ee49ce;
    https://bina-artha.com/id/about-us/;
    https://www.mbk-ventura.com/index.php?ind;
    https://mitradhuafa.com/tentang-kami.;
    http://tlmfoundation.or.id/id/proyek-kami/keuangan-mikro-2

    Pinjaman kelompok umumnya diberikan utamanya sebagai pinjaman produktif untuk modal usaha. Beberapa lembaga memberikan juga pinjaman non-usaha (seperti untuk air dan sanitasi, pendidikan, dan renovasi rumah) bagi anggota/nasabah yang telah memiliki track record pinjaman usaha yang baik.

    Masalahnya, karena kemudahan meminjam di pinjaman kelompok, terjadi kelalaian di masyarakat, dimana pinjaman tidak lagi digunakan untuk tujuan produktif. Dan karena tergesa-gesa anggota juga teledor dalam menseleksi rekan sesama kelompok. Selain itu terdapat praktek meminjam secara berlebih (overindebtedness) di mana nasabah/anggota meminjam di lebih dari satu lembaga, tanpa memperhitungkan kemampuan membayar. Di pihak lain, karena pinjaman kelompok umumnya tidak masuk di dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), lembaga peminjam biasanya tidak dapat melacak pinjaman calon debitur yang umumnya dilakukan untuk pinjaman perorangan.

    Untuk memaksimalkan manfaat pinjaman kelompok, perlu adanya disiplin dari pihak peminjam dan pemberi pinjaman. Pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif dan dalam jumlah sesuai kemampuan akan sangat membantu mereka yang membutuhkan. Sesungguhnya produk ini dapat menjaga mereka dari rentenir, dan mengakses layanan keuangan formil yang sekaligus meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.

    Oleh Widiya Susanti (Senior Researcher RISE Indonesia)

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

  • ACCELERATION OF REHABILITATION & RECONSTRUCTION FOR BUILD BACK BETTER AND SAFER AND ACCESS TO FINANCING POST CIANJUR DISASTER BY RISE INDONESIA

    ACCELERATION OF REHABILITATION & RECONSTRUCTION FOR BUILD BACK BETTER AND SAFER AND ACCESS TO FINANCING POST CIANJUR DISASTER BY RISE INDONESIA

    According to BNPB Data on November 25, 2022, at 17.00, the earthquake in Cianjur Regency had caused 310 fatalities and 24 people were still missing. In addition to that, 4,630 people were injured and ± 73,862 people were in evacuation. Post-disaster damage to houses according to the preliminary data shows that 59,043 houses were damaged, with the following details: 25,283 houses were heavily damaged, 12,756 houses were moderately damaged, and 21,050 houses were slightly damaged.

    The survey conducted by RISE Indonesia on disaster survivors in Cianjur Regency last November 2022 has also concluded that one of the biggest impacts of the disaster was on houses, family sanitation facilities, public sanitation facilities, and house of worship. The aids that have been received by the survivors is mostly food, clothing and sanitation facilities, and the availability of good access. Most of them needs cash for their basic needs, food, and home repairs.

    When visiting the site in Cianjur Regency, President said that survivors whose houses were heavily damaged would receive assistance of 50 million rupiah, for those whose houses with moderate damage, they would receive assistance of 25 million rupiah, while for those whose houses with minor damage, they would receive assistance of 10 million rupiahs. President also emphasized that the construction of these houses is required to use the building standards set by the PUPR Ministry. Considering the earthquake would likely to occur in a 20-year period. The BMKG predict that the shallow earthquake that occurred in November 2022 will occur again in a span of 20 to 30 years, therefore houses must be structurally strengthened to survive the danger of future earthquakes.

    However, the disbursement of government assistance usually takes quite some time to be received by the survivors. As for previous experience during the earthquake in West Sulawesi (January 2021) and the Cyclone in Seroja (March 2021), the disbursement of aid funds has not yet been completed up until now (November 2022).

    The delay in the disbursement of these aid funds is because BNPB is dependent on the speed of the District/City governments in carrying out the process of verifying and validating data of the recipients of aid funds. Then BNPB will transfer the funds to the survivor’s account based on the list of recipients that has been signed by the Regent. However, this process can take up to 6 months. While waiting for the disbursement of the aid funds, the survivors have repaired their houses independently, which means that they would use their own money based on their financial capabilities and also, they would not consider to follow the building standards for earthquake-resistant houses. Then when the government aid funds were finally disbursed (already transferred to their accounts), they had finished repairing their houses, and felt that they no longer needed to build earthquake-resistant houses or follow the building standards set by the PUPR ministry.

    For this reason, RISE Indonesia feels the need to cooperate with various stakeholders in order to help overcome these problems. The survivors of the disaster in Cianjur Regency need to rebuild with the principle of building back better and safer. So, other than technical support in the form of training in strengthening earthquake-resistant building structures, survivors must also have access to financial services (bailout funds) to build houses while waiting for the disbursement of government aids fund in full.

    In terms of technical assistance in the form of training to build earthquake-resistant houses, this can be done in collaboration with various NGOs that focus on housing and reconstruction. Meanwhile, in terms of access towards financial services, getting bailout funds while waiting for government aids funs to be disbursed can be done in collaboration with financial institutions. Lastly, in terms of the process of validating and verifying the data of survivors who is receiving aid, it needs to be carried out in collaboration with various government agencies such as BPBD, Social Service and BNPB.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

  • PERCEPATAN REHABILITASI & REKONSTRUKSI UNTUK BUILD BACK BETTER AND SAFER SERTA AKSES PEMBIAYAAN PASKA BENCANA CIANJUR OLEH RISE INDONESIA

    PERCEPATAN REHABILITASI & REKONSTRUKSI UNTUK BUILD BACK BETTER AND SAFER SERTA AKSES PEMBIAYAAN PASKA BENCANA CIANJUR OLEH RISE INDONESIA

    Menurut data dari BNPB pada 25 November 2022, pukul 17.00, bencana gempa bumi di Kabupaten Cianjur telah menyebabkan korban jiwa sebanyak 310 orang dan 24 orang masih dinyatakan hilang. Selain itu korban luka-luka sebanyak 4,630 orang dan sebanyak ± 73.862 jiwa berada di pengungsian. Kerusakan rumah paska bencana pada data sementara menunjukkan terdapat 59.043 rumah rusak, dengan rincian sebagai berikut: 25.283 unit rumah rusak berat, 12.756 unit rumah rusak sedang, dan 21.050 unit rumah rusak ringan.

    Hasil survei yang dilakukan oleh RISE Indonesia terhadap para penyintas bencana di Kabupaten Cianjur November 2022 lalu juga menyimpulkan bahwa salah satu dampak terbesar dari bencana tersebut adalah pada rumah, sarana sanitasi keluarga, fasilitas umum sanitasi, dan peribadatan. Bantuan yang telah diterima oleh para penyintas Sebagian besar adalah makanan, pakaian dan fasilitas sanitasi, dan telah membantu akses secara baik. Sebagian besar memiliki kebutuhan uang tunai untuk kebutuhan dasar, makanan, dan perbaikan rumah.

    Saat mengunjungi lokasi bencana di Kabupaten Cianjur, Presiden menyampaikan bahwa bagi para penyintas bencana yang rumah tempat tinggalnya mengalami rusak berat akan mendapatkan bantuan sebesar 50juta rupiah, untuk rumah dengan kerusakan sedang mendapatkan bantuan sebesar 25juta rupiah, sedangkan untuk rumah dengan kerusakan ringan akan mendapatkan bantuan sebesar 10juta rupiah. Presiden juga menegaskan bahwa pembangunan rumah-rumah tersebut diwajibkan untuk menggunakan standar-standar bangunan yang ditetapkan oleh Kementerian PUPR. Hal ini dikarenakan gempa yang terjadi merupakan gempa 20 tahunan. BMKG memperkirakan bahwa gempa dangkal yang terjadi pada November 2022 ini akan terjadi lagi dalam rentang waktu 20 sampai 30 tahun, oleh karena itu bangunan rumah harus diperkuat secara struktur untuk menghadapi bahaya gempa di kemudian hari.

    Namun, penyaluran bantuan pemerintah yang disampaikan tersebut biasanya membutuhkan waktu untuk sampai kepada para penyintas. Dari pengalaman sebelumnya saat terjadi bencana gempa di Sulawesi Barat (Januari 2021) dan Siklon Seroja (Maret 2021), pencairan dana bantuan belum tuntas hingga saat ini (November 2022).

    Tertundanya pencairan dana bantuan ini dikarenakan BNPB sangat bergantung pada kecepatan pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan proses verifikasi dan validasi para penerima dana bantuan. Selanjutnya BNPB akan mentransfer dana ke rekening penyintas berdasarkan daftar penerima bantuan yang sudah ditandatangani oleh Bupati. Namun proses tersebut dapat memakan waktu hingga 6 bulan. Sementara menunggu pencairan dana bantuan tersebut, para penyintas telah memperbaiki rumah mereka secara swadaya, yang berarti sesuai dengan kemampuan dana mereka dan juga tidak mengikuti standar-standar bangunan untuk rumah tahan gempa. Kemudian saat dana bantuan pemerintah cair (sudah ditransfer ke rekening masing-masing), mereka sudah selesai melakukan perbaikan rumah, dan merasa tidak perlu lagi membuat rumah yang tahan gempa atau mengikuti standar bangunan dari kementerian PUPR.

    Untuk itu RISE Indonesia merasa perlu untuk bekerja sama dengan berbagai stakeholders agar dapat membantu mengatasi problematika tersebut. Para penyintas bencana di Kabupaten Cianjur perlu membangun kembali dengan prinsip build back better and safer, untuk itu selain dukungan teknis berupa pelatihan dalam memperkuat struktur bangunan yang tahan gempa, para penyintas juga harus memiliki akses terhadap layanan keuangan untuk membangun rumah sambil menunggu dana bantuan dari Pemerintah diterima oleh mereka.

    Dalam hal bantuan teknis berupa pelatihan untuk membangun rumah tahan gempa, dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai NGO yang fokus pada hunian dan rekontruksi. Sedangkan dalam hal akses terhadap layanan keuangan untuk mendapatkan dana talangan sambil menunggu dana bantuan pemerintah cair dapat dilakukan dengan kerjasama Lembaga Keuangan. Selain itu dalam hal proses validasi dan verifikasi data para penyintas penerima bantuan perlu dilakukan dengan bekerjasama berbagai lembaga pemerintahan seperti BPBD, Dinas Sosial, dan BNPB.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

  • ACCESS TO FINANCIAL SERVICES POST EARTHQUAKE AT CIANJUR: QUICK ASSESSMENT BY RISE INDONESIA

    ACCESS TO FINANCIAL SERVICES POST EARTHQUAKE AT CIANJUR: QUICK ASSESSMENT BY RISE INDONESIA

    On November 21, 2022 there was a 5.6 SR earthquake in the Cianjur Regency area. The BNPB report on 25 November 2022 stated that the earthquake has caused 310 fatalities and damaged to 59,043 housing units. In order to respond to disaster emergency situations, RISE Indonesia has conducted a survey (quick assessment) since 25 November 2022 and is still ongoing up until now. This survey was conducted to understand the impact of a disaster emergency situation on access to financial services, the needs of disaster survivors for financial services, and what is the best way to meet these needs.
    This survey research method uses both quantitative and qualitative approaches. Respondents in this survey were disaster survivors in Cianjur who, when the survey was carried out, were currently taking refuge in several shelters, such as: centralized shelters, independent shelters, and there were also respondents who fled around their homes. Whereas in a qualitative approach, this survey was conducted by conducting interviews with various stakeholders, such as: Government Institutions, Non-Governmental Institutions, Financial Institutions, Humanitarian Institutions, Field Coordinators, and also Disaster Survivors.
    The survey was conducted in several selected villages located in three sub-districts in Cianjur Regency, as follows:

    • • Bojongpicung sub-district: Cibarengkok Village and Sukaratu Village
      • Cilaku sub-district: Sirnagalih Village
      • Cugenang sub-district: Mangunkerta Village, Padaluyu Village and Sukajaya Village

    It could be concluded from the survey that:

    • The impact of the earthquake on bank branch offices in Cianjur was relatively minor; while the biggest impact occurred in offices located right at epicentre, especially for non-bank institutions offices (Cooperatives).
    • The disaster has affected the incomes of most of the disaster victims.
    • The biggest impact of the disaster was on houses, family sanitation facilities, public sanitation facilities and house of worship.
    • The aids that have been received by the survivors is food, clothing and sanitation facilities, and the availability of good access.
    • Most of the survivors needs access to cash for their basic needs, food and home repairs.
    • Donation in the form of cash transfer could help to revive local markets
    • The financial services needed at this time are for cash withdrawals, receiving money (transfers), and receiving donation. Delivery channel preferences are bank agents, bank mobile car services (and bank mobile motorbikes services)

    Some of the recommendations put forward by RISE Indonesia from this survey are:

    • The needs of post-disaster are varied and the magnitude of the logistical challenges faced, the aids should be prioritized in cash.
    • The distribution of assistance to the unbanked-society through the formal financial institutions can serve as a momentum to increase financial inclusion by opening accounts.
    • Reviving the market and renovating houses should be a priority for post-disaster programs
    • Bank agents, bank mobile car services (and motorbikes services) should be supported to serve the community’s need for financial services access
    • Involving a multi-stakeholder activity to accelerate reconstruction. Open access towards financial services for fundings/financing to renovate houses.
    • There is a need for bailouts money for housing repairs before receiving the government assistance in full.

     

    The article above is a summary of survey activities conducted by RISE Indonesia, if you need a complete report on these activities, please contact the following contacts:

     

    One Pacific Place Level 11,Jl. Jendral Sudirman Kav. 52 – 53, SCBD
    Jakarta – 12190
    (+62)21 2985 9874
    info@riseindonesia.org
    Web: www.riseindonesia.org

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

  • LAYANAN KEUANGAN PASKA BENCANA CIANJUR: QUICK ASSESMENT OLEH RISE INDONESIA

    LAYANAN KEUANGAN PASKA BENCANA CIANJUR: QUICK ASSESMENT OLEH RISE INDONESIA

    Pada November 21, 2022 telah terjadi gempa 5.6 SR di wilayah Kabupaten Cianjur. Laporan BNPB pada 25 November 2022 menyatakan bahwa korban meninggal mencapai 310 jiwa dan terdapat 59.043 unit rumah rusak. Dalam rangka merespon situari darurat bencana, RISE Indonesia telah melakukan survei (quick assessment) sejak 25 November 2022 dan masih berlangsung hingga saat ini. Survei ini dilakukan untuk memahami dampak situasi darurat bencana terhadap akses layanan keuangan, kebutuhan penyintas bencana akan layanan keuangan, dan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan ini.

    Metode survei penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan juga kualitatif. Responden dalam survei ini adalah penyintas bencana di Cianjur yang saat survei dilaksanakan, sedang mengungsi di beberapa tempat pengungsian, seperti: pengungsian terpusat, pengungsian mandiri, dan juga terdapat responden yang mengungsi di sekitar rumah tempat tinggalnya. Sedangkan dalam pendekatan kualitatif, survei ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan berbagai stakeholder, seperti: Lembaga Pemerintah, Non-Pemerintah, Lembaga Keuangan, Lembaga Kemanusiaan, Koordinator Lapangan, dan juga Penyintas Bencana.

    Lokasi survei dilakukan di beberapa desa pilihan yang berada di tiga kecamatan di Kabupaten Cianjur, yaitu:

    • Kecamatan Bojongpicung: Desa Cibarengkok dan Sukaratu
    • Kecamatan Cilaku: Desa Sirnagalih
    • Kecamatan Cugenang: Desa Mangunkerta, Padaluyu dan Sukajaya

    Hasil pengamatan dari survei tersebut disimpulkan sebagai berikut :

    • Dampak gempa pada lembaga keuangan bank di Cianjur relatif minor; sedangkan dampak terbesar terjadi pada kantor-kantor yang berada persis di lokasi gempa, khususnya untuk lembaga non-bank (Koperasi).
    • Bencana telah berdampak pada penghasilan sebagian besar korban bencana.
    • Dampak bencana terbesar adalah pada rumah, sarana sanitasi keluarga, fasilitas umum sanitasi dan peribadatan.
    • Bantuan yang telah diterima oleh para penyintas bencana adalah makanan, pakaian dan fasilitas sanitasi, dan telah membantu akses secara baik.
    • Sebagian besar memiliki kebutuhan uang tunai untuk kebutuhan dasar, makanan, dan perbaikan rumah.
    • Bantuan transfer tunai dapat membantu menghidupkan pasar lokal
    • Layanan keuangan yang dibutuhkan saat ini adalah untuk tarik tunai, menerima uang (transfer), dan menerima bantuan. Preferensi delivery channel adalah agen bank, layanan mobil keliling (dan motoris keliling)

    Beberapa rekomendasi yang diajukan oleh RISE Indonesia dari hasil tersebut adalah:

    • Dengan bervariasinya kebutuhan paska bencana serta besarnya tantangan logistik yang dihadapi, maka bantuan tunai perlu diprioritaskan.
    • Distribusi bantuan untuk masyarakat unbanked yang dilakukan melalui lembaga keuangan formal dapat menjadi momentum meningkatkan inklusi keuangan dengan pembukaan rekening.
    • Menghidupkan kembali pasar, dan merenovasi rumah patut menjadi prioritas program paska bencana
    • Agen bank, mobil (dan motoris) keliling perlu didorong untuk melayani kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan
    • Kegiatan multi-stakeholder perlu digalang untuk percepatan rekonstruksi. Layanan keuangan perlu membuka akses dana/pembiayaan untuk merenovasi rumah.
    • Ada kebutuhan akan dana talangan untuk perbaikan rumah sebelum bantuan pemerintah turun.

     

    Artikel di atas merupakan ringkasan dari kegiatan survey yang dilakukan oleh RISE Indonesia, jika Anda membutuhkan laporan lengkap dari kegiatan tersebut, silakan menghubungi kontak berikut:

     

    One Pacific Place Level 11,Jl. Jendral Sudirman Kav. 52 – 53, SCBD
    Jakarta – 12190
    (+62)21 2985 9874
    info@riseindonesia.org
    Web: www.riseindonesia.org

     

     

     

     

     

     

     

     

     

  • Financial Service at The Border

    Financial Service at The Border

    Financial Service at The Border

     

  • Savings in Cooperatives – East Nusa Tenggara

    Savings in Cooperatives – East Nusa Tenggara

    Savings in Cooperatives

    East Nusa Tenggara – Indonesia

     

    Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. At vero eos et accusam et justo duo dolores et ea rebum. Stet clita kasd gubergren, no sea takimata sanctus est Lorem ipsum dolor sit amet. Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. At vero eos et accusam et justo duo dolores et ea rebum. Stet clita kasd gubergren, no sea takimata sanctus est Lorem ipsum dolor sit amet. Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. At vero eos et accusam et justo duo dolores et ea rebum. Stet clita kasd gubergren, no sea takimata sanctus est Lorem ipsum dolor sit amet.

  • “Group Lending” with KOMIDA

    “Group Lending” with KOMIDA

    Indonesia Microfinance Talk

    “Group Lending” with KOMIDA

     

     

     

     

     

  • Pelatihan Dasar Riset Pasar Untuk LKM

    Pelatihan Dasar Riset Pasar Untuk LKM

     

    PELATIHAN DASAR RISET PASAR UNTUK LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

     




    RISE Indonesia membuktikan komitmennya dalam mendukung kemajuan sektor keuangan mikro di Indonesia melalui peningkatan kapasitas Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Pelatihan dasar riset pasar  ditujukan agar LKM dapat melakukan pengembangan produk dan layanan yang tepat guna dan mengenal pasar serta kompetisi secara lebih serius.

    Mengenal nasabah adalah kunci pengembangan layanan keuangan di lembaga keuangan. Survey nasabah akan membantu lembaga keuangan mengetahui pendapat atas produk yang ada dan kebutuhan atas layanan/produk yang baru, sedangkan mengenal keadaan pasar secara umum, layanan dan produk yang disediakan oleh kompetitor akan memungkinkan lembaga membangun kekuatan strategis.

    Pelatihan ini menggabungkan teori, diskusi, studi kasus dan konsultasi. Metode ini yang kami harapkan dapat membantu LKM memahami konsep dari riset itu sendiri dan penerapannya di lembaga mereka.

    Pelatihan dasar ini mencakup beberapa hal yakni:

    1. Mengapa riset pasar dibutuhkan oleh LKM
    2. Kesalahan umum dalam melakukan riset di LKM
    3. Kapan waktu yang tepat melakukan Riset
    4. Apa yang dibutuhkan LKM dalam mempersiapkan dan melakukan sebuah riset
    5. Mempraktekan bagaimana mendisain sebuah riset untuk LKM

    Pelatihan ini dihadiri oleh 4 LKM yakni BMT ItQan, CU KKS, Koperasi BAIK dan Koperasi Wanita.